BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengelolaan
kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan
atas sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke arah
yang lebih baik. Peningkatan kompetensi guru dan penegakan kode etik adalah
langkah penting membangun hubungan antara karakter guru dengan karakter siswa
dalam mengelola kelas.
Banyaknya
permasalahan yang di hadapi guru di sekolah, dianggap perlu adanya penelitian
tentang berbagai hal yang terjadi. Pelaksanaan
Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap dapat menjadi solusi mengenai
masalah–masalah yang dihadapi guru. Guru sebagai ilmuan sejati perlu menuliskan
pengalaman PTK ke dalam suatu karya ilmiah.
Disiplin
etika dapat dijadikan dasar dari keprofesionalitasan guru dalam pembelajaran
yang baik. Etika yang baik dari seorang guru menjadi hal yang mendasari
peningkatan prestasi anak didik dan kualitas pendidikan. Tidak kalah pentingnya
juga etika dari peserta didik turut menunjang terciptanya kondisi kelas menjadi
seperti yang diharapkan.
Perlunya
peningkatan peranan guru, dimaksudkan demi maksimalnya hasil belajar anak didik
dan pengelolaan suasana kelas. Guru ( pasal 1 UU Guru dan Dosen No.14/2005 )
adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sementara pegawai dunia pendidikan merupakan bagian tenaga kependidikan, yaitu
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas UK 4 mata kuliah Manajemen Kelas. Selain itu
untuk menambah pemahaman penyusun mengenai Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju
Profesionalitas Guru.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
penyususnan makalah ini, untuk lebih memudahkan penulis merumuskan dalam
beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian profesionalisme guru ?
2.
Apa
saja yang menjadi langkah utama dalam memulai Penelitian Tindakan Kelas ?
3.
Apakah
pengaruh antara disiplin etika dalam manajemen kelas dengan keprofesionalitasan
guru ?
C.
Tujuan
Dalam
penulisan makalah ini, tim penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1.
Memenuhi
tugas dari dosen pengampu mata kuliah manajemen kelas.
2.
Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju
Profesionalitas Guru, mengingat tim penulis sebagai seorang calon guru.
D.
Manfaat Penulisan
Penyusunan
makalah ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca. Dengan membaca makalah
ini, pembaca bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas
dan Disiplin Etika. Selain itu pembaca juga tahu betapa pentingnya Pelaksanaan
Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Profesionalisme
Guru
Istilah profesionalisme
guru bukanlah sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana,
professional berasal dari kata profesi yang
berarti jabatan. Orang yang professional
adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara
konseptual maupun aplikatif. Guru yang professional adalah guru yang memiliki
kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Profesionalisme guru
dapat dicapai ( Welker, 1992 ) bila guru ahli (expert) dalam melaksanakan tugas, dan selalu mengermbangkan diri (growth).
Glickman (1981)
memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berfikir
abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang professional
memiliki tingkat berfikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep,
menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang
dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan
tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari
dengan rasa penuh tanggung jawab.
Membicarakan tentang
profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan
profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi
guru dapat dibagi ke dadalam tiga bagian (Glatthorm, 1991), yaitu :
1.
Pengembangan Intensif (intensive development)
Pengembangan
Intensif adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang
dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya
dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi.
Teknik
pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataan, kursus,
loka karya, dan sejenisnya.
2.
Pengembangan Kooperatif (cooperative development)
Pengembangan
Kooperatif adalah bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerjasama
dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerjasama secara sistematis.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan professional guru melalui
pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat.
Teknik
yang biasa digunakan disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative
supervision.
3.
Pengembangan Mandiri (self direction development)
Pengembangan
Mandiri adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri
sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha
untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, balikan untuk pengembangan
diri sendiri.
Teknik
yang biasa digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).
Sebagai tenaga
professional, guru dituntut memvalidasi ilmunya baik melalui belajar sendiri
maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah.
Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan
kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi
social. Pembinaan karir meliputi penugasan dan promosi.
Program pengembangan
kompetensi guru harus memuat tiga istilah utama yaitu, continuing, professional, dan development.
Disebut continuing
(berkelanjutan) karena belajar tidak pernah berhenti tanpa memperhatikan usia
maupun senioritas. Disebut professional
karena program pengembangan di fokuskan pada kompetensi professional sebuah
peran professional. Disebut development
(pengembangan) karena tujuannya untuk memperkuat kemajuan karir seseorang jauh
lebih luas dari sekedar pendidikan dan pelatihan formal sederhana.
II.
Penelitian
Tindakan Kelas ( PTK )
Banyak guru yang kurang
mampu membedakan masalah manajemen kelas, sehingga pemecahannya pun menjadi
kurang tepat. Masalah manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan
manajemen kelas, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan cara
pembelajaran. Walaupun istilah mengajar (teaching)
dan pengajaran (instruction) sering
digunakan dalam arti yang sama, adalah sangat berguna apabila memandang
mengajar sebagai suatu yang memilki dua dimensi yang saling berhubungan, yaitu
pengajaran dan manajemen. Mengajar dengan manajemen dapat dibedakan, tetapi
dalam pelaksanaan pembelajaran keduanya sulit dipisahkan.
Manajemen kelas
bermaksud menegakkan dan memelihara perilaku siswa menuju pembelajaran yang
efektif dan efisien, memudahkan pencapaian tujuan pengelolaan. Pengajaran dan
manajemen bertujuan menyiapkan atau memprosesperilaku, yaitu memproses atau
menyiapkan perilaku-perilaku guru dan/atau siswa yang diharapkan memberikan
kemudahan kepada pencapaian tujuan tertentu (Weber, 1993: 1).
Untuk melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ), dibutuhkan perencanaan (planning) yang matang setelah tahu adanya masalah dalam
pembelajaran. Perencanaan itu harus diwujudkan dengan adanya tindakan (acting) dari guru berupa solusi dari
tindakan sebelumnya. Lalu kemudian diadakan pengamatan (observing) yang teliti tentang proses pelaksanaannya. Setelah
diamati, barulah guru dapat melakukan refleksi (reflecting) dan dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi dalam
kelasnya.
Di kelaslah segala
aspek pembelajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya,
siswa dengan segala latar belakang dan potensinya, kurikulum dengan segala
komponennya, metode dengan segala pendekatannya, media dengan segala
perangkatnya, materi dengan segala sumber belajarnya bertemu dan berinteraksi
di dalam kelas.
Lebih lanjut hasil
pembelajaran ditentukan pula oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh karena itu,
selakyanyalah kelas dikelola secara baik, professional, terus menerus, dan
berkelanjutan. Ketidaktepatan memecahkan masalah seperti itu sudah barang tentu
merugikan atau menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Sebaliknya dengan
dipahaminya prinsip-prinsip manajemen kelas hambatan pencapaian tujuan
pembelajaran dapat dihindari.
Tahapan – tahapan
perencanaan PTK terdiri atas :
1)
Mengidentifikasi dan Menetapkan Masalah
Masalah
yang ditemukan guru dalam proses mengajar maupun pengelolaan kelas perlu
ditemukan akar dari setiap masalahnya serta melakukan perbaikan dengan
memfokuskan gagasan tersebut.
Contoh
dari masalah yang diidentifikasi sebagai focus penelitian tindakan diantaranya
:
ü Rendahnya
kemampuan mengajukan pertanyaan yang kritis dari kalangan siswa
ü Rendahnya
ketaatan siswa pada perintah guru
ü Rendahnya
keterlibatan siswa dalam pembelajaran
ü Rendahnya
interaksi antara guru – siswa – siswa
ü Rendahnya
kemandirian belajar siswa
2)
Menganalisis dan Merumuskan Masalah
Masalah
yang sudah ditetapkan perlu dianalisis dan dirumuskan. Tujuannya untuk memahami
hakikat masalah yang dihadapi, terutama apa yang menyebabkan terjadinya
masalah. Perumusan masalah didapatkan dari berbagai masalah yang timbul dalam
proses pembelajaran di kelas lalu dipilih untuk di kupas menurut kerangka
teoritis yang dimiliki.
3)
Merencanakan Tindakan Perbaikan
Berdasar
atas rumusan masalah, guna untuk mencari cara untuk memperbaiki/ mengatasi
masalah tersebut. Guru merencanakan tindakan perbaikan seperti :
ü Mengacu
pada teori yang relevan
ü Bertanya
kepada ahli terkait
ü Berkonsultasi
dengan teman sejawat
4)
Perencanaan
Penentuan
perencanaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan umum dan khusus.
Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan
aspek yang terkait PTK. Perencaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan
dari siklus per siklus.
5)
Implementasi Tindakan
Pada
prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan
sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas
dan sebagainya. PTK yang bersifat emansipatoris
dan membebaskan (liberating),
karena mendorong kebebasan guru dalam berfikir dan berargumentasi dalam
bereksperimen, meneliti, dan mengambil keputusan atau judgement.
III.
Disiplin
Etika dalam Manajemen Kelas
Tujuan pendidikan adalah membimbing anak ke arah kedewasaan,
yaitu kematangan sosial, emosianal, intelektual dan moril, sehingga dapat
berdiri sendiri. Kedewasaan berarti bertanggung jawab atas perbuatan sendiri
dan tanggung jawab hanya tercapai bila sejak kecil anak diberi kebebasan sesuai
dangan usia, perkembangan dan kesanggupannya.
Disiplin dan manajemen kelas saat proses belajar mengajar
adalah suatu komponen penting untuk mengefektifkan pembelajaran. Disiplin dan
manajemen kelas bukan hanya harus dipelajari oleh setiap guru tetapi juga harus
dipraktekkan setiap hari. Perkataan disiplin berasal dari
bahasa Yunani “Disciplus” yang artinya murid atau pengikut seorang guru.
Seorang murid atau pengikut harus tunduk kepada peraturan, kepada otoritas
gurunya. Karena itu disiplin berarti kesediaan untuk mematuhi ketertiban agar
murid dapat belajar.
Adapun
menurut kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, istilah disiplin
mengandung pengertian latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala
perbuatannya selalu mentaati tata tertib di sekolah atau ketaatan pada aturan
dan tata tertib. Disiplin bukan hanya suatu aspek tingkah laku siswa di dalam
kelas/sekolah saja, melainkan juga di dalam kehidupannya di masyarakat
sehari-hari. Dengan demikian anak yang tidak mengenal disiplin akan cenderung
menjadi anak nakal/pembangkang, oleh karena itu pembentukan disiplin adalah
sejalan dengan pendidikan watak/etika.
Pengaturan mengenai hubungan guru - peserta didik (murid) dalam
kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya
kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak
sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati
bunyi Pasal 8 draf kode etik di atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi
guru dengan murid.
Ketidakjelasan juga dalam pengaturan hubungan antara guru dan
orangtua/wali murid (Pasal 9), masyarakat (Pasal 10), sekolah dan rekan sejawat
(Pasal 11), profesi (Pasal 12), organisasi profesi (Pasal 13), dan pemerintah
(Pasal 14). Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu
akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk
dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru. Bila rumusan kode
etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32
RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan
Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional
dan Kode Etik Guru Indonesia. Berbeda
misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
·
Guru tidak boleh memberi les
privat kepada muridnya;
·
Guru tidak boleh menjual
buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
·
Guru tidak boleh berpacaran
dengan murid;
·
Guru tidak boleh merokok di
depan kelas/murid;
·
Guru tidak boleh melakukan
intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
·
Guru tidak boleh melakukan
penistaan terhadap murid;
·
Guru tidak boleh ber-HP ria
di dalam kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum
adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini
mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam
mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru
betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun
berada.
Pelaksanaan disiplin etika siswa di sekolah
Dalam pelaksaan disiplin, harus berdasarkan
atas kemauan dalam diri siswa. Karena tanpa sikap kesadaran dari diri sendiri,
maka apa pun usaha yang dilakukan oleh orang disekitarnya hanya akan sia-sia.
Berikut ini adalah pelaksanaan kedisiplinan di lingkungan sekolah:
Ø Datang ke sekolah tepat waktu.
Ø Selau berdoa sebelum memulai pekerjaan.
Ø Rajin belajar.
Ø Mentaati peraturan sekolah.
Ø Mengikuti upacara dengan tertib.
Ø Mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu.
Ø Melakukan tugas piket sesuai jadwalnya.
Ø Memotong rambut jika kelihatan panjang.
Etika
dan Moralitas yang harus dimiliki dalam manajemen kelas adalah sebagai berikut
:
a.
Kejujuran.
Kejujuran menambah efektivitas kegiatan
pembelajaran di kelas. Kejujuran seorang guru dalam memberi nilai. Kejujuran
ini akan memberi informasi yang akurat akan perkembangan kognitif anak didik, sehingga
kepala sekolah dapat sesegera mungkin mencari solusi terbaik untuk mengatasi
kelemahan –kelemahan yang ada bekerjasama dengan guru-guru. Begitu pula
terhadap anak didik akan menambah semangat belajarnya sebab guru memberikan
nilai apa adanya sesuai dengan hasil yang diperolehnya. Para orangtua muridpun
akan lebih memperhatikan perkembangan belajar anaknya sebab orangtua tak dapat
lagi mempengaruhi gurunya.
b.
Keadilan
Sikap adil dalam bertindak akan membuat
bawahan merasa senang. Kesenangan guru akan menambah semangat kerja, sehingga
proses pembelajaran akan lebih efektif. Demikian pula sikap adil seorang guru
di dalam kelas akan menambah semangat anak dalam belajar sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan belajar.
c.
Hormat terhadap orang lain
Sikap seperti ini akan menambah rasa
tanggungjawab dalam diri guru dalam melaksanakan tugasnya. Guru juga harus
bersikap hormat terhadap orang lain terutama para orangtua murid dan menghargai
setiap anak didik sesuai dengan keberadaannya. Dengan perasaan dihargai akan
menambah simpati anak terhadap guru, sehingga mereka akan semakin senang dengan
pelajaran yang kita berikan.
d.
Disiplin
Penegakan disiplin di lingkungan sekolah
adalah hal yang mutlak diperlukan dalam upaya mengefektifkan kegiatan
pembelajaran. Namun sebelum kita menegakkan disiplin sebaiknya guru selaku tenaga
pengajar harus terlebih dulu berdisiplin. Jika guru sudah disiplin maka lebih
mudah bagi guru untuk menegakkan disiplin anak di dalam kelas sehingga tercipta
situasi dan kondisi pembelajaran yang nyaman dan kondusif.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru yang professional
adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan
guru. ( Welker, 1992 ) Profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melaksanakan tugas, dan
selalu mengermbangkan diri (growth).
Pelaksanaan Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap dapat menjadi
solusi mengenai masalah–masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran maupun
mengelola kelas.
Karena dalam
aplikasinya, kedisiplinan sangat berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya
seseorang dalam mentaati peraturan yang sangat penting bagi stabilitas kegitan
belajar mengajar. Disiplin etika dapat dijadikan dasar dari keprofesionalitasan
guru dalam pembelajaran yang baik. Etika yang baik dari seorang guru menjadi
hal yang mendasari peningkatan prestasi anak didik dan kualitas pendidikan.
B. Saran
Berdasarkan hasil makalah pada tugas ini, maka
saran adalah sebagai berikut:
Bagi para mahasiswa dengan
adanya hasil ini dapat memahami Pelaksanaan
Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru dengan
baik dan tidak terjadi kesalahan lagi dalam pemahaman Penelitian
Tindakan Kelas dan Disiplin Etika Profesionalisme Guru.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek
Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
siswa mampu menghadapi hujan besar dan apapun yang terjadi murid saat itu ,dan memberikan toleransi kepada siswa lebih mengerti sebelum hujan datang
BalasHapustidak ada yang ketinggalan kita sebagai pengajar dan pendidik harus mendorong siswa yang tidak mampu lari kuat ,maka secara kepribadian siswa itu pun mau mencampi tujuan jelas, bukan arti kecerdasan tetapi kemampuan yang terbatas kami dari guru kelas menilai siswa mampu atau tidak selalu uji coba sebelum melangka ,
BalasHapus