Kamis, 03 Januari 2013

Makalah Penelitian Tindakan Kelas dan Disiplin Etika Profesionalisme Guru

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik. Peningkatan kompetensi guru dan penegakan kode etik adalah langkah penting membangun hubungan antara karakter guru dengan karakter siswa dalam mengelola kelas.

Banyaknya permasalahan yang di hadapi guru di sekolah, dianggap perlu adanya penelitian tentang berbagai hal yang terjadi. Pelaksanaan  Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap dapat menjadi solusi mengenai masalah–masalah yang dihadapi guru. Guru sebagai ilmuan sejati perlu menuliskan pengalaman PTK ke dalam suatu karya ilmiah.
Disiplin etika dapat dijadikan dasar dari keprofesionalitasan guru dalam pembelajaran yang baik. Etika yang baik dari seorang guru menjadi hal yang mendasari peningkatan prestasi anak didik dan kualitas pendidikan. Tidak kalah pentingnya juga etika dari peserta didik turut menunjang terciptanya kondisi kelas menjadi seperti yang diharapkan.
Perlunya peningkatan peranan guru, dimaksudkan demi maksimalnya hasil belajar anak didik dan pengelolaan suasana kelas. Guru ( pasal 1 UU Guru dan Dosen No.14/2005 ) adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai dunia pendidikan merupakan bagian tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UK 4 mata kuliah Manajemen Kelas. Selain itu untuk menambah pemahaman penyusun mengenai Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru.

B.       Rumusan Masalah
Dalam penyususnan makalah ini, untuk lebih memudahkan penulis merumuskan dalam beberapa masalah sebagai berikut :
1.    Apakah pengertian profesionalisme guru ?
2.    Apa saja yang menjadi langkah utama dalam memulai Penelitian Tindakan Kelas ?
3.    Apakah pengaruh antara disiplin etika dalam manajemen kelas dengan keprofesionalitasan guru  ?

C.      Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, tim penulis mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1.    Memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah manajemen kelas.
2.    Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru, mengingat tim penulis sebagai seorang calon guru.

D.      Manfaat Penulisan
Penyusunan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca. Dengan membaca makalah ini, pembaca bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas dan Disiplin Etika. Selain itu pembaca juga tahu betapa pentingnya Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru.

BAB II
PEMBAHASAN

I.            Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme guru bukanlah sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana, professional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang  professional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang professional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Profesionalisme guru dapat dicapai ( Welker, 1992 ) bila guru ahli (expert) dalam melaksanakan tugas, dan selalu mengermbangkan diri (growth).
Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berfikir abstrak (abstraction) dan komitmen (commitment). Guru yang professional memiliki tingkat berfikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab.
Membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dadalam tiga bagian (Glatthorm, 1991), yaitu :
1.      Pengembangan Intensif                    (intensive development)
Pengembangan Intensif adalah bentuk pengembangan yang dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan pertemuan balikan atau refleksi.
Teknik pengembangan yang digunakan antara lain melalui pelatihan, penataan, kursus, loka karya, dan sejenisnya.
2.      Pengembangan Kooperatif               (cooperative development)
Pengembangan Kooperatif adalah bentuk pengembangan guru yang dilakukan melalui kerjasama dengan teman sejawat dalam suatu tim yang bekerjasama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan professional guru melalui pemberian masukan, saran, nasehat, atau bantuan teman sejawat.
Teknik yang biasa digunakan disebut juga dengan istilah peer supervision atau collaborative supervision.
3.      Pengembangan Mandiri                    (self direction development)
Pengembangan Mandiri adalah bentuk pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, balikan untuk pengembangan diri sendiri.
Teknik yang biasa digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).

Sebagai tenaga professional, guru dituntut memvalidasi ilmunya baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi professional,  dan kompetensi social. Pembinaan karir meliputi penugasan dan promosi.

Program pengembangan kompetensi guru harus memuat tiga istilah utama yaitu, continuing, professional, dan development. Disebut continuing (berkelanjutan) karena belajar tidak pernah berhenti tanpa memperhatikan usia maupun senioritas. Disebut professional karena program pengembangan di fokuskan pada kompetensi professional sebuah peran professional. Disebut development (pengembangan) karena tujuannya untuk memperkuat kemajuan karir seseorang jauh lebih luas dari sekedar pendidikan dan pelatihan formal sederhana.

II.            Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )
Banyak guru yang kurang mampu membedakan masalah manajemen kelas, sehingga pemecahannya pun menjadi kurang tepat. Masalah manajemen kelas harus ditanggulangi dengan tindakan manajemen kelas, sedangkan masalah pengajaran harus ditanggulangi dengan cara pembelajaran. Walaupun istilah mengajar (teaching) dan pengajaran (instruction) sering digunakan dalam arti yang sama, adalah sangat berguna apabila memandang mengajar sebagai suatu yang memilki dua dimensi yang saling berhubungan, yaitu pengajaran dan manajemen. Mengajar dengan manajemen dapat dibedakan, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran keduanya sulit dipisahkan.
Manajemen kelas bermaksud menegakkan dan memelihara perilaku siswa menuju pembelajaran yang efektif dan efisien, memudahkan pencapaian tujuan pengelolaan. Pengajaran dan manajemen bertujuan menyiapkan atau memprosesperilaku, yaitu memproses atau menyiapkan perilaku-perilaku guru dan/atau siswa yang diharapkan memberikan kemudahan kepada pencapaian tujuan tertentu (Weber, 1993: 1).
Untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ), dibutuhkan perencanaan (planning) yang matang setelah tahu adanya masalah dalam pembelajaran. Perencanaan itu harus diwujudkan dengan adanya tindakan (acting) dari guru berupa solusi dari tindakan sebelumnya. Lalu kemudian diadakan pengamatan (observing) yang teliti tentang proses pelaksanaannya. Setelah diamati, barulah guru dapat melakukan refleksi (reflecting) dan dapat menyimpulkan apa yang telah terjadi dalam kelasnya.
Di kelaslah segala aspek pembelajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan potensinya, kurikulum dengan segala komponennya, metode dengan segala pendekatannya, media dengan segala perangkatnya, materi dengan segala sumber belajarnya bertemu dan berinteraksi di dalam kelas.
Lebih lanjut hasil pembelajaran ditentukan pula oleh apa yang terjadi di kelas. Oleh karena itu, selakyanyalah kelas dikelola secara baik, professional, terus menerus, dan berkelanjutan. Ketidaktepatan memecahkan masalah seperti itu sudah barang tentu merugikan atau menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Sebaliknya dengan dipahaminya prinsip-prinsip manajemen kelas hambatan pencapaian tujuan pembelajaran dapat dihindari.
Tahapan – tahapan perencanaan PTK terdiri atas :
1)      Mengidentifikasi dan Menetapkan Masalah
Masalah yang ditemukan guru dalam proses mengajar maupun pengelolaan kelas perlu ditemukan akar dari setiap masalahnya serta melakukan perbaikan dengan memfokuskan gagasan tersebut.
Contoh dari masalah yang diidentifikasi sebagai focus penelitian tindakan diantaranya :
ü  Rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan yang kritis dari kalangan siswa
ü  Rendahnya ketaatan siswa pada perintah guru
ü  Rendahnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran
ü  Rendahnya interaksi antara guru – siswa – siswa
ü  Rendahnya kemandirian belajar siswa
2)      Menganalisis dan Merumuskan Masalah
Masalah yang sudah ditetapkan perlu dianalisis dan dirumuskan. Tujuannya untuk memahami hakikat masalah yang dihadapi, terutama apa yang menyebabkan terjadinya masalah. Perumusan masalah didapatkan dari berbagai masalah yang timbul dalam proses pembelajaran di kelas lalu dipilih untuk di kupas menurut kerangka teoritis yang dimiliki. 
3)      Merencanakan Tindakan Perbaikan
Berdasar atas rumusan masalah, guna untuk mencari cara untuk memperbaiki/ mengatasi masalah tersebut. Guru merencanakan tindakan perbaikan seperti :
ü  Mengacu pada teori yang relevan
ü  Bertanya kepada ahli terkait
ü  Berkonsultasi dengan teman sejawat
4)      Perencanaan
Penentuan perencanaan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perencanaan umum dan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Perencaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus per siklus.
5)      Implementasi Tindakan
Pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas dan sebagainya. PTK yang bersifat emansipatoris dan membebaskan (liberating), karena mendorong kebebasan guru dalam berfikir dan berargumentasi dalam bereksperimen, meneliti, dan mengambil keputusan atau judgement.

III.            Disiplin Etika dalam Manajemen Kelas
Tujuan pendidikan adalah membimbing anak ke arah kedewasaan, yaitu kematangan sosial, emosianal, intelektual dan moril, sehingga dapat berdiri sendiri. Kedewasaan berarti bertanggung jawab atas perbuatan sendiri dan tanggung jawab hanya tercapai bila sejak kecil anak diberi kebebasan sesuai dangan usia, perkembangan dan kesanggupannya.
Disiplin dan manajemen kelas saat proses belajar mengajar adalah suatu komponen penting untuk mengefektifkan pembelajaran. Disiplin dan manajemen kelas bukan hanya harus dipelajari oleh setiap guru tetapi juga harus dipraktekkan setiap hari. Perkataan disiplin berasal dari bahasa Yunani “Disciplus” yang artinya murid atau pengikut seorang guru. Seorang murid atau pengikut harus tunduk kepada peraturan, kepada otoritas gurunya. Karena itu disiplin berarti kesediaan untuk mematuhi ketertiban agar murid dapat belajar.
Adapun menurut kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, istilah disiplin mengandung pengertian latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib di sekolah atau ketaatan pada aturan dan tata tertib. Disiplin bukan hanya suatu aspek tingkah laku siswa di dalam kelas/sekolah saja, melainkan juga di dalam kehidupannya di masyarakat sehari-hari. Dengan demikian anak yang tidak mengenal disiplin akan cenderung menjadi anak nakal/pembangkang, oleh karena itu pembentukan disiplin adalah sejalan dengan pendidikan watak/etika.
Pengaturan mengenai hubungan guru - peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi guru. Tetapi bila kita mencermati bunyi Pasal 8 draf kode etik di atas, terasa belum jelas aturan mengenai relasi guru dengan murid.
Ketidakjelasan juga dalam pengaturan hubungan antara guru dan orangtua/wali murid (Pasal 9), masyarakat (Pasal 10), sekolah dan rekan sejawat (Pasal 11), profesi (Pasal 12), organisasi profesi (Pasal 13), dan pemerintah (Pasal 14). Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi administratif, mengacu kode etik guru. Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal 30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik Guru Indonesia. Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:
·         Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya;
·         Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid;
·         Guru tidak boleh berpacaran dengan murid;
·         Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid;
·         Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid,
·         Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid;
·         Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya
Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru, melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen bangsa di mana pun berada.

Pelaksanaan disiplin etika siswa di sekolah
Dalam pelaksaan disiplin, harus berdasarkan atas kemauan dalam diri siswa. Karena tanpa sikap kesadaran dari diri sendiri, maka apa pun usaha yang dilakukan oleh orang disekitarnya hanya akan sia-sia. Berikut ini adalah pelaksanaan kedisiplinan di lingkungan sekolah:
Ø  Datang ke sekolah tepat waktu.
Ø  Selau berdoa sebelum memulai pekerjaan.
Ø  Rajin belajar.
Ø  Mentaati peraturan sekolah.
Ø  Mengikuti upacara dengan tertib.
Ø  Mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu.
Ø  Melakukan tugas piket sesuai jadwalnya.
Ø  Memotong rambut jika kelihatan panjang.
Etika dan Moralitas yang harus dimiliki dalam manajemen kelas adalah sebagai berikut :
a.       Kejujuran.
Kejujuran menambah efektivitas kegiatan pembelajaran di kelas. Kejujuran seorang guru dalam memberi nilai. Kejujuran ini akan memberi informasi yang akurat akan perkembangan kognitif anak didik, sehingga kepala sekolah dapat sesegera mungkin mencari solusi terbaik untuk mengatasi kelemahan –kelemahan yang ada bekerjasama dengan guru-guru. Begitu pula terhadap anak didik akan menambah semangat belajarnya sebab guru memberikan nilai apa adanya sesuai dengan hasil yang diperolehnya. Para orangtua muridpun akan lebih memperhatikan perkembangan belajar anaknya sebab orangtua tak dapat lagi mempengaruhi gurunya.
b.      Keadilan
Sikap adil dalam bertindak akan membuat bawahan merasa senang. Kesenangan guru akan menambah semangat kerja, sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif. Demikian pula sikap adil seorang guru di dalam kelas akan menambah semangat anak dalam belajar sehingga memungkinkan tercapainya tujuan belajar.
c.       Hormat terhadap orang lain
Sikap seperti ini akan menambah rasa tanggungjawab dalam diri guru dalam melaksanakan tugasnya. Guru juga harus bersikap hormat terhadap orang lain terutama para orangtua murid dan menghargai setiap anak didik sesuai dengan keberadaannya. Dengan perasaan dihargai akan menambah simpati anak terhadap guru, sehingga mereka akan semakin senang dengan pelajaran yang kita berikan.
d.      Disiplin
Penegakan disiplin di lingkungan sekolah adalah hal yang mutlak diperlukan dalam upaya mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Namun sebelum kita menegakkan disiplin sebaiknya guru selaku tenaga pengajar harus terlebih dulu berdisiplin. Jika guru sudah disiplin maka lebih mudah bagi guru untuk menegakkan disiplin anak di dalam kelas sehingga tercipta situasi dan kondisi pembelajaran yang nyaman dan kondusif.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Guru yang professional adalah guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru. ( Welker, 1992 ) Profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melaksanakan tugas, dan selalu mengermbangkan diri (growth).
Pelaksanaan  Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap dapat menjadi solusi mengenai masalah–masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran maupun mengelola kelas.
Karena dalam aplikasinya, kedisiplinan sangat berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya seseorang dalam mentaati peraturan yang sangat penting bagi stabilitas kegitan belajar mengajar. Disiplin etika dapat dijadikan dasar dari keprofesionalitasan guru dalam pembelajaran yang baik. Etika yang baik dari seorang guru menjadi hal yang mendasari peningkatan prestasi anak didik dan kualitas pendidikan.

B.       Saran
Berdasarkan hasil makalah pada tugas ini, maka saran adalah sebagai berikut:
       Bagi para mahasiswa dengan adanya hasil ini dapat memahami Pelaksanaan Manajemen Kelas Menuju Profesionalitas Guru dengan baik dan tidak terjadi kesalahan lagi dalam pemahaman Penelitian Tindakan Kelas dan Disiplin Etika Profesionalisme Guru.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

2 komentar:

  1. siswa mampu menghadapi hujan besar dan apapun yang terjadi murid saat itu ,dan memberikan toleransi kepada siswa lebih mengerti sebelum hujan datang

    BalasHapus
  2. tidak ada yang ketinggalan kita sebagai pengajar dan pendidik harus mendorong siswa yang tidak mampu lari kuat ,maka secara kepribadian siswa itu pun mau mencampi tujuan jelas, bukan arti kecerdasan tetapi kemampuan yang terbatas kami dari guru kelas menilai siswa mampu atau tidak selalu uji coba sebelum melangka ,

    BalasHapus